Sabtu, 09 April 2011


Lagu Bunda Mengalun di Titik Nol Saat Peringatan Hari Autis
Tribun Jogja - Sabtu, 2 April 2011 13:01 WIB
Laporan Reporter Tribun Jogja, Iwan Al Khasni

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA  -
 Ratusan siswa sekolah khusus Autis DARI seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta (diy) memperingati  Hari Peduli Autis Se-Dunia yang digelar di kawasan titik nol Yogyakarta, Sabtu (2/4/2011) siang. Selain membagikan bunga, mereka menampilkan berbagai kesenian dari masing masing sekolah.

Mengenakan seragam sekolah masing masing, siswa sekolah khusus Autis itu memulai acara dengan berjalan kaki dari Taman Parkir Abu Bakar Ali menuju perempatan Knator Pos Besar Yogyakarta. Mereka terlihat bersemangat saat melakukan kegiatan itu.

Salah satu siswa yang tampil di situ yaitu, Yosa,  Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, Jurusan Anthropologi UGM Yogyakarta. Dia terlihat mahir memainkan biola di tengah siswa autis lain, membawakan beberapa lagu, antara lain, Bunda ciptaan Melly Goeslow.

Sorak sorai suara siswa turut bernyanyi menyanyikan lagu. Di  sisi lain, beberapa siswa didampingi guru membagikan bunga mawar merah kepada pengendara yang melintas di sepanjang Jalan Malioboro. 
Mereka mengusung berbagai spanduk dan rontek yang berisi soal dukungan terhadap siswa autis di Yogyakarta. 

"Anak anak Autis perlu mendapatkan perhatian lebih supaya perkembangan fungsi susunan otak dapat berkembang dengan baik," kata Ketua Panitia Acara, M Yasin.

Editor : junianto
dikutip dari : http://jogja.tribunnews.com/2011/04/02/lagu-bunda-mengalun-di-titik-nol-saat-peringatan-hari-autis

Diary Hati - Bagian Dua

Bagian dua

Menjelang sore, teman saya yang sedang sibuk merajut sembari sesekali mengecek Blackberry nya mengeluhkan sikap sejumlah orang tua murid di sekolah anaknya. FYI* kedua putrinya bersekolah disebuah sekolah swasta yang berpredikat cukup baik di wilayah Depok.
"Mereka ngajak gua demo sekolah karena nerima si X..." Para orang tua murid di sekolah khususnya di kelas putri kecilnya ini mencurigai 'X' yang berprilaku tidak biasa alias aneh
"Sebenernya dia cukup komunikatif kok hanya saja prilaku aneh nya suka tiba-tiba muncul, seperti..." "Gimana nak?" teman saya meminta putri kecilnya menerangkan.
Si cantik yang ditanyai mamanya ini dengan jujurnya bercerita sambil sesekali memeragakan tingkah polah  si X, temannya. "Sebenernya dia nggak aneh kalo menurut aku ma...aku suka kok temenan sama dia! Cuma emang dia suka tiba-tiba kaya'...tepuk tangan sendiri..." ujarnya sambil menirukan gaya tepuk tangan. Menurut ceritanya lagi,  si  X terkadang terlihat sangat aktif.

Tingkah polah X tidak membuat saya terperangah, karena saya lebih takjub terhadap polah tingkah orangtua murid di sekolah anak teman saya. Bagaimana mungkin, ditengah derasnya arus informasi mengenai Special Needs Children atau anak berkebutuhan khusus dan upaya-upaya pemerintah pusat dan daerah untuk membuat peraturan yang mewajibkan tiap-tiap sekolah negeri untuk menerima anak dengan kebutuhan khusus dengan rasio yang telah ditentukan, bahkan upaya-upaya media massa, baik cetak maupun elektronik yang menurut saya cukup gencar untuk menyosialisasikan masalah ini...masih
 ada aja lho yang tidak terinformasi atau apatis dengan masalah yang konon katanya menjadi trend topic saat ini. Bayangkan! Dari hasil penelitian yang pernah saya baca dan dengar melalui media massa bahwa  jumlah anak berkebutuhan khusus meningkat tiap tahun (saat ini dengan rasio 1:150 kelahiran)...Can you imagine if one is yours?!

Saya mengira kasus  demo ini hanya terjadi di masa Oscar Dompas* bertumbuh...hiks...mengenaskan! Dan menurut saya yang lebih mengenaskan lagi adalah bahwa cerita ini terjadi di wilayah Jabar yang hanya berjarak kurang dari satu jam dari propinsi DKI Jakarta...disebuah sekolah swasta, bukan sekolah negeri lho?! Sekolah swasta yang notabene berbiaya mahal dengan orang-orang tua yang saya yakin memiliki kemampuan lebih bila dibandingkan dengan sekolah negeri (tidak bermaksud mengecilkan arti nya, ya?!)

Seandainya mereka mau duduk bersama mendiskusikan masalah ini, bukannya dengan berdemo...tentu terdengar lebih menentramkan...karena berkebutuhan khusus bukanlah sebuah pilihan bagi mereka...saya haqqul yakin tidak ada seorang pun yang ingin mendapat label ini.

Coba lah buka mata hati kita...bayangkan bagaimana sulitnya bila anda ingin bercerita tapi yang terdengar adalah lengkingan tak berarti, ingin memeluk tapi tak mampu mengontrol gerakan tubuh sehingga yang muncul adalah gerakan mencengkeram...ingin bernyanyi tapi yang terdengar lebih seperti lolongan hewan...ingin bilang "Ibu aku mencintaimu" tapi yang keluar adalah teriakan-teriakan tak berarti yang terdengar menakutkan...Pernahkah kita membayangkan bila kita menjadi mereka?
Dan bagaimana respon orang lain yang menerima perlakuan seperti diatas?
Marah? Memandang dengan aneh? Iba? atau Jijik? atau yang lebih ekstrem menarik diri dan menjauh?

Mohon luangkan waktu sejenak untuk berpikir...bahwa kasus ini tengah mewabah didunia...bagaimana bila salah seorang anggota keluarga kita menderita gangguan yang sama? Akankah kita bertindak sama seperti yang dilakukan oleh para orangtua murid di sekolah putri teman saya? Karena menjadi berbeda bukan pilihan mereka (anak-anak ini) dan belum tentu buruk...
Karena untuk menjadi pelangi dibutuhkan banyak warna yang berbeda...


*FYI = untuk diketahui
* Oscar Dompas = salah seorang penderita autisma yang berhasil menjadi sarjana dan menulis sebuah buku.



Melly Goeslaw - Bunda.mp3

Jumat, 08 April 2011

Tentang Ananda: Diary Hati - Bagian Satu

Tentang Ananda: Diary Hati - Bagian Satu: "Siang menjelang sore kemarin saya berrtandang ke rumah seorang teman di daerah Depok. Sudah cukup lama kami tidak bertemu dan bertukar cerit..."

Diary Hati - Bagian Satu

Siang menjelang sore kemarin saya berrtandang ke rumah seorang teman di daerah Depok. Sudah cukup lama kami tidak bertemu dan bertukar cerita. Teman saya ini adalah seorang tenaga pengajar di sebuah perguruan tinggi negeri terkenal dan beberapa perguruan tinggi swasta di Jakarta.

Ketika saya tiba dirumahnya, pintu sudah terbuka lebar dan saya menemukannya sedang asyik merajut ornamen sebuah selendang berwarna jingga terang. Ternyata hobinya yang dulu belum ditinggalkan hehe... dia memang seorang yang konsisten dan sangat tekun, se tekun dirinya mencintai angka dan financial subject hehe... She's really great in numbers!

Kami bertukar cerita dengan antusiasnya (maklum sudah cukup lama tidak bertemu muka) mulai dari cerita tentang hobi nya yang kini sangat menghasilkan pundi-pundi rupiah, hasil ekspor produk-produk hakken nya hingga sampai ke masalah anak-anak kami. Dia sudah mengetahui kondisi putra pertama saya yang mengidap Autism Spectrum Disorder dengan diagnosa PDD-NOS (Pervasive Development Disorder with No Specific Symptoms). Sudah berkali-kali ia menyatakan ingin bertemu dengan putra pertama saya dan baru kali itu lah mereka akhirnya bertemu.

Mengalir lah cerita tentang beberapa temannya yang juga memiliki anak dengan kondisi yang sama dengan anak saya. Perlu diketahui bahwa anak saya saat ini sedang menjalani chelation semacam proses detoksifikasi tubuh karena loading logam berat yang kadarnya melampaui batas dalam tubuh. Menurut dokter langganan kami yang ahli di bidang ini, anak saya cukup menunjukkan kemajuan yang signifikan dalam segi fokus mata, emosi ( sudah dapat melabel kondisi perasaannya, tidak tantrum dan mulai dapat berempati terhadap orang lain), tonus ototnya mulai menguat dan mulai berkomunikasi meskipun baru sebatas mengomunikasikan kebutuhan-kebutuhannya, seperti, "Abang minta makan..."    "Abang mau ke mal..." dan lain-lain.

Kembali ke cerita tadi, teman saya ini bercerita tentang anak temannya yang agak terabaikan dalam segi kebutuhan untuk mendapatkan pengobatan dan terapi, namun cukup terlimpahi dengan uang dan fasilitas. Kita sebut saja namanya Rindu. Menurut cerita teman saya, Rindu ini memiliki dua orang adik yang "normal'" dalam segi perkembangan. Orangtuanya merupakan teman sejawat dari teman saya ini. Cerita bersambut ketika nama Rindu dan tempat ia bersekolah terlontar dari mulut teman saya. Usut punya usut ternyata Rindu juga bersekolah di tempat yang sama dengan anak saya, dan ternyata...saya mengenalnya!

Rindu sangat rupawan dari segi fisik. Tubuhnya jangkung, kulitnya putih, hidung mancung, saya sudah menduga bahwa anak ini pastilah produk kombinasi luar alias indo hehe...Beberapa kali saya menyambangi sekolah ini untuk mengetahui detail perkembangan buah hati saya untuk di  synchronize dengan treatment  dokter yang tengah ia jalani. Dan berkali-kali pula saya melihat Rindu...Pernah saya bertanya tentang kondisi Rindu pada salah seorang staf pengajar, dari dia saya mengetahui kondisi Rindu yang 'terabaikan' dalam segi kebutuhan perhatian dan penanganan orang tua namun cukup terlimpahi dengan fasilitas mewah... Yang lebih  mengenaskan  lagi ternyata ada beberapa anak yang sekadar "dititipkan" di sekolah tanpa pernah mendapat perhatian perkembangan dari orang tuanya. Hiks...

Rindu pun tampaknya mengalami hal serupa. Seragamnya yang mulai belel tampaknya kurang diperhatikan oleh orangtuanya yang kaya. Menurut teman saya, adik-adiknya mendapat perlakuan berbeda dari Rindu. Mereka sangat diperhatikan. "Gila! Wong berapa kali gua  nelpon dia, dia bilang lagi ambil raport anaknya..." Sementara dari cerita staf pengajar sekolah tadi, mama nya sangat sangaaat jaraaaang sekali muncul karena terlalu sibuk sehingga tidak sempat untuk mengambil raport Rindu! Raport Rindu biasanya hanya dititipkan pada supir! Hik...hik...


***


Tuhanku yang Maha Pengasih...aku tidak MALU memiliki sulungku! Mohon anugerahi hamba kekuatan untuk membuktikan diri pada dunia bahwa Autisme  bukanlah kecacatan yang harus ditakuti dan disembunyikan! Bantulah  hamba membuktikan bahwa anakku bisa menjadi contoh kesembuhan bagi anak-anak yang bernasib sama, bisa mengeksplorasi potensinya dan menjadikannya anak yang berguna bagi nusa, bangsa dan agama seperti janji saya pada almarhum kakek anak saya.

Cerita tentang Rindu begitu menginspirasi saya untuk meyakinkan diri semoga saya bisa menjadi orang tua yang baik bagi si sulung saya yang berkebutuhan khusus...Keyakinan saya begitu besar bahwa gangguan ini Insya Allah dapat dipulihkan. Seyakin saya terhadap ke Maha Besar-an Tuhan...